Hakikat, Fungsi, Kedudukan, dan Ragam Bahasa Indonesia
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer (manasuka) yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasikan diri. (Kridalaksana: 1983). Ciri atau sifat bahasa
yaitu: bahasa itu adalah sebuah sistem, bahasa itu berwujud lambang, bahasa itu
berupa bunyi, bahasa itu bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, bahasa itu
bersifat konvensional, bahasa itu bersifat unik, bahasa itu bersifat universal,
bahasa itu bersifat produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu bersifat
dinamis, dan bahasa itu manusiawi.
Kedudukan
Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan
dengan mulai berlakunya konstitusi. Dari sudut pandang linguistik, bahasa
Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai
untuk mengembangkan bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau yang dipakai
sejak abad ke-19.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan
terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat
Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu
Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat
dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa
kedua atau ketiga. Selanjutnya bahasa Malayu ini berkembang hingga menjadi
bahasa Indonesia yang kita gunakan sampai saat ini dan dikukuhkan dalam
Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Adapun alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai
berikut.
1.
Bahasa Melayu telah berabad-abad
lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan
di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara.
2.
Bahasa Melayu memunyai struktur
sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah
menerima pengaruh luar untuk memperkaya dan menyempurnakan fungsinya.
3.
Bahasa Melayu bersifat
demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa
berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga tidak
menimbulkan perasaan sentimen
dan perpecahan.
4.
Adanya semangat kebangsaan yang
besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa
persatuan.
5.
Adanya semangat rela berkorban
dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.
6.
Sebagian besar fonologi dan tata
bahasa bahasa Melayu dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk
komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
(wikipedia)
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
1.
Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928
dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
2.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV
(Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36
menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia
sebagai:
1.
Bahasa kebangsaan atau bahasa
nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
2.
Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Fungsi
Bahasa Indonesia
Melihat kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut.
1. Lambang jati diri (identitas).
2. Lambang kebanggaan bangsa.
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang
etnis dan sosial-budaya, serta bahasa daerah yang berbeda.
4. Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah.
Kedudukan bahasa Indonesia yang kedua adalah sebagai
bahasa resmi/negara; kedudukan ini mempunyai dasar yuridis konstitusional,
yakni Bab XV pasal 36 UUD 1945. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.
1. Bahasa resmi negara .
2. Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.
3. Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.
4. Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
dan teknologi.
Hal senada juga disebutkan dalam Buku Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia bahwa mengingat
kedudukannya sebagai bahasa yang penting bahasa Indonesia memiliki
kaidah-kaidah kebakuan bahasa yang harus diperhatikan. Bahasa baku ini
mendukung empat fungsi bahasa: (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi
kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi sebagai kerangka
acuan.
Ragam
Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian,
yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara,
kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Seiring
dengan perkembangan zaman yang sekarang ini banyak masyarakat yang mengalami
perubahan. Bahasa pun juga mengalami perubahan. Perubahan itu berupa
variasivariasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyaknya variasi
tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam
bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk
keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000).
Di dalam lingkungan masyarakat, ada bahasa yang
digunakan dan memperlihatkan ciri keakraban atau keintiman. Bahasa yang
ditandai bentuk dan pilihan kata akrab seperti loe, gue, ember ‘memang’
tersebut termasuk ragam intime di kalangan kaum muda Jakarta. Bahasa seperti itu digunakan di anatara dua
orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim. Secara sepintas, kita
dapat membedakannya dengan bahasa santai (casual) yang juga ditandai dengan
adanya penggunaan katakata tidak baku. Ragam santai digunakan di dalam situasi
tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal.
Ragam berikutnya dikenal ragam konsultatif. Jika kita
amati bahasa yang digunakan pada saat guru menjelaskan atau bertanya jawab
dengan siswa, atau pada saat pembeli
melakukan tawar menawar harga dengan pedagang, kita akan menemukan ragam bahasa
yang memperlihatkan ciri ragam konsultatif. Kata-kata atau ujaran yang
digunakan terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi. Cirinya berbeda
dengan ragam formal atau resmi yang dipakai di dalam rapat atau diskusi resmi
atau formal. Ragam bahasa formal ditandai oleh bentuk kata dan kalimat yang
lengkap serta akurat. Dengan bentuk ujaran yang lengkap dan akurat tersebut,
tercermin adanya jarak hubungan dan situasi formal di antara komunikan.
Ragam lain adalah bahasa yang ditandai ungkapan atau
ujaran-ujaran baku dan beku (forzen) sebagaimana yang terdengar dalam acara
ritual dan seremonial. Disebut beku karena ungkapan dan istilah yang dipakai
sedemikian tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu patah kata pun.
Bahkan, tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama sekali. Perhatikanlah
ungkapan yang dipakai oleh hakim, jaksa, dan pembela di dalam suatu persidangan
di pengadilan. Contoh yang jelas dapat dilihat dalam upacara pernikahan,
upacara bendera, serta baris-berbaris di kalangan tentara, pelajar atau
karyawan instansi pemerintah.
Jadi, berdasarkan subdimensi pemakaiannya, ragam bahasa
terdiri atas: intim, (intimate), santai (casual), konsultatif (consultative),
resmi (formal), dan beku (frozen). Untuk memudahkan mengingat istilah tersebut
kita dapat menggunakan ‘jembatan keledai’ dengan cara mnemonik (metode
meningkatkan daya ingat) yaitu menggunakan kalimat ICan Catch Five Fish. Ingat huruf I untuk intimate; C untuk casual;
C untuk consultative; F untuk formal; F untuk frozen.
Ragam bahasa dilihat dari media atau sarananya ada dua
yaitu ragam tulis dan ragam lisan. Ragam tulis adalah ragam bahasa yang
dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan. Dalam ragam tulis terkait erat dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dalam
ragam tulis dituntutadanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata
ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan,
dan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ragam lisan mempunyai ciri: (1) memerlukan orang
kedua/lawan bicara; (2) tergantung
situasi, kondisi, ruang dan waktu; (3) perlu intonasi serta bahasa tubuh; (4)
berlangsung cepat; (5) sering dapat berlangsung tanpa alat bantu; (6) kesalahan dapat langsung dikoreksi, dan; (7)
dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi. Pembicaraan
lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa
lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis,
tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk
tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan
ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa
serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu
masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Contoh ragam lisan antara lain pidato, ceramah, sambutan, diskusi, dll.
Secara sederhana perbedaan penggunaan bahas lisan dan
tulis dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Tabel 1 Perbedaan Penggunaan Bahasa Lisan dan Tulis
Aspek
|
Subaspek
|
Ragam bahasa
|
Tata bahasa
|
Bentuk kata
|
Ragam Bahasa Lisan
(1)
Nia sedang baca majalah
(2)
Ari maunulis surat
(3)
Tapi kamu nggak boleh nolak
lamaran itu
Ragam Bahasa Tulis
(1)
Nia sedang membaca majalah
(2)
Ari akan menulis surat
(3) Tetapi kamu tidak boleh menolak lamaran itu.
|
Struktur
Kalimat
|
Ragam Bahasa Lisan
(1)
Mereka tinggal di Menteng.
(2)
Jalan layang itu untuk mengatasi
kemacetan lalu lintas.
(3)
Saya akan tanyakan soal itu.
Ragam Bahasa Tulis
(1)
Mereka bertempat tinggal di
Menteng.
(2)
Jalan layang itu dibangun untuk
mengatasi kemacetan lalu lintas.
(3) Akan saya tanyakan soal itu.
|
|
Aspek
|
Subaspek
|
Ragam bahasa
|
Kosa kata
|
|
Ragam Bahasa Lisan
(1)
Ariani bilang kita harus
belajar.
(2)
Kita harus bikin karya tulis.
(3)
Rasanya masih terlalu pagi buat
saya, Pak.
Ragam Bahasa Tulis
(1)
Ariani mengatakan bahwa kita
harus belajar.
(2)
Kita harus membuat karya tulis.
(3) Rasanya masih terlalu muda buat saya, Pak.
|
Dilihat dari penuturnya ragam bahasa dibagi menjadi tiga
yaitu dialek, resmi, dan tak resmi. Sebagaimana diketahui Indonesia terdiri
atas beraneka ragam suku budaya, dan bahasa. Hal itu, tentu juga menimbulkan
perbedaan pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa yang berbeda-beda karena perbedaan
daerah disebut dialek. Dialek orang Bali dan Aceh akan tampak dalam realisasi
pelafalan /t/ sebagai retroflek, seperti tampak pada pelafalan /thethapi/,
/canthik/, /ithu/.
Ragam bahasa resmi dan tak resmi dipengaruhi oleh sikap
penutur terhadap lawan bicara baik lisan maupun tulis. Perbedaan ragam ini
tampak dalam pilihan kata dan penerapan kaidah tata bahasa.
Ragam resmi digunakan untuk berkomunikasi dengan lawan
bicara yang tidak dikenal atau orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi
daripada pembicara. Ragam bahasa ini ditandai dengan penggunaan ragam baku,
makin tinggi kebakuan bahasa yang digunakan semakin resmi dan formal jarak
antara pembicara dengan penutur.
Ragam bahasa resmi menggunakan aturan dan kaidah bahasa
baku. Ragam bahasa baku memiliki ciri:
1. Kemantapan dinamis, memiliki kaidah dan aturan yang relatif
tetap dan luwes.
2. Kecendekiaan, sanggup mengungkap proses pemikiran yang rumit
diberbagai ilmu dan teknologi.
3. Keseragaman kaidah adalah keseragaman aturan atau norma.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan penggunan bahasa
Indonesia baku dalam:
1. Komunikasi resmi, yakni surat-menyurat resmi, pengumuman yang
dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi,
perundang-undangan, dan sebagainya.
2. Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan ilmiah.
3. Pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati yakni orang yang lebih
tua, lebih tinggi status sosialnya dan orang yang baru dikenal.
Ciri struktur bahasa Indonesia baku adalah sebagai
berikut.
1. Pemakaian awalan me- dan ber-
(bila ada) secara eksplisit dan konsisten.
2. Pemakaian fungsi gramatikal
(subjek, predikat, dan sebagainya secara eksplisit dan konsisten).
3. Pemakaian fungsi bahwa dan karena
(bila ada) secara eksplisit dan konsisten (pemakaian kata penghubung secara
tepat dan ajeg.
4. Pemakaian pola frase verbal aspek
+ agen + verba (bila ada) secara konsisten (penggunaan urutan kata yang tepat).
5. Pemakaian konstruksi sintesis
(lawan analitis).
6. Pemakaian partikel kah, lah, dan
pun secara konsisten.
7.
Pemakaian preposisi yang tepat.
8.
Pemakaian bentuk ulang yang tepat
menurut fungsi dan tempatnya.
9.
Pemakaian unsur-unsur leksikal
berikut berbeda dari unsur-unsur yang menandai bahasa Indonesia baku.
10.
Pemakaian ejaan resmi yang sedang
berlaku (EYD).
11.
Pemakaian peristilahan resmi.
12.
Pemakaian kaidah yang baku.
Bahasa
Indonesia yang Baik dan Benar
Ungkapan “gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan
benar” telah menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru di
lingkungan sekolah maupun jasa media massa. Apakah sebenarnya makna ungkapan
ini? Apakah yang dijadikan alat ukur bahasa yang baik? Dan apa pula alat ukur
bahasa yang benar? Supaya tidak hanya mengucapkan slogan itu, tetapi kita dapat
menerapkan pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Kriteria yang dipakai untuk melihat pemakaian bahasa
yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi aspek (1) tata bunyi atau
fonologi; (2) tata bahasa (kata dan kalimat); (3) kosa kata, termasuk di
dalamnya penggunaan istilah; (4) ejaan; dan (5) makna.
Pada aspek tata bunyi atau fonologi misalnya bahasa
Indonesia telah menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/. Oleh karena itu, kata yang
benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi,
zakat, zebra, dan izin bukan pajar, pakir (miskin), motip, pariabel, pitamin,
depaluasi, jakat, sebra, dan ijin. Masalah lafal ini juga termasuk aspek tata
bunyi. Pelafalan yang benar misalnya /kompleks, korps, transmigrasi, ekspor/
bukan /komplek, korp, trasmigrasi, ekspot/.
Pada aspek tata bahasa mengenai bentuk kata misalnya,
bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan
pertanggungjawabkan, bukan obah/rubah/robah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan
dan pertanggung jawaban.
Pada aspek kosa kata daripada kata-kata seperti bilang,
kasih, entar, dan udah lebih baik dipakai berkata/mengatakan, memberi, sebentar,
dan sudah dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar. Dalam hubungannya dengan
peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan
pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada menggunakan
pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi. Dari segi ejaan, penulisan
yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki.
Dari segi makna,
pemakaian bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata
yang sesuai dengan tautan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak tepat
digunakan kata yang bermakna konotatif (kata kiasan). Jadi, pemakaian bahasa
yang benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
Bahasa yang baik dan benar
memiliki empat fungsi:
1. fungsi pemersatu kebhinnekaan
rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan;
2. fungsi penanda kepribadian yang
menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain;
3. fungsi pembawa kewibawaan karena
berpendidikan dan yang terpelajar; dan;
4. fungsi sebagai kerangka acuan
tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa
Keempat fungsi bahasa yang baik dan benar itu bertalian
erat dengan tiga macam batin penutur bahasa sebagai berikut:
1.
fungsinya sebagai pemersatu dan
sebagai penanda kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan orang terhadap
bahasa itu;
2. fungsinya pembawa kewibawaan
berkaitan dengan sikap kebangsaan orang karena mampu beragam bahasa itu; dan
fungsi sebagai kerangka acuan berhubungan dengan
kesadaran orang akan adanya aturan yang baku layak dipatuhi agar ia jangan
terkena sanksi sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar