navigasi

Jumat, 21 Oktober 2016

Hakikat, Fungsi, Kedudukan, dan Ragam Bahasa Indonesia

Hakikat, Fungsi, Kedudukan, dan Ragam Bahasa Indonesia

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer (manasuka) yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. (Kridalaksana: 1983). Ciri atau sifat bahasa yaitu: bahasa itu adalah sebuah sistem, bahasa itu berwujud lambang, bahasa itu berupa bunyi, bahasa itu bersifat arbitrer, bahasa itu bermakna, bahasa itu bersifat konvensional, bahasa itu bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, bahasa itu bersifat produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu bersifat dinamis, dan bahasa itu manusiawi.
Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai untuk mengembangkan bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau yang dipakai sejak abad ke-19.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Selanjutnya bahasa Malayu ini berkembang hingga menjadi bahasa Indonesia yang kita gunakan sampai saat ini dan dikukuhkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Adapun alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai berikut.  
1.         Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan di bidang perdagangan) di seluruh wilayah Nusantara.
2.         Bahasa Melayu memunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar untuk memperkaya dan menyempurnakan fungsinya.
3.         Bahasa               Melayu                 bersifat                demokratis,        tidak memperlihatkan   adanya perbedaan              tingkatan             bahasa berdasarkan       perbedaan          status    sosial pemakainya,          sehingga              tidak      menimbulkan    perasaan             sentimen             dan perpecahan. 
4.         Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. 

5.         Adanya semangat rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia. 
6.         Sebagian besar fonologi dan tata bahasa bahasa Melayu dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. (wikipedia)
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
1.    Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2.    Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
1.     Bahasa kebangsaan atau bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
2.     Bahasa negara (bahasa resmi  Negara Kesatuan Republik Indonesia

Fungsi Bahasa Indonesia
Melihat kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut.  
1.       Lambang jati diri (identitas).  
2.       Lambang kebanggaan bangsa.  
3.       Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang etnis dan sosial-budaya, serta bahasa daerah yang berbeda.   
4.       Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah.  
Kedudukan bahasa Indonesia yang kedua adalah sebagai bahasa resmi/negara; kedudukan ini mempunyai dasar yuridis konstitusional, yakni Bab XV pasal 36 UUD 1945. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.  
1.       Bahasa resmi negara .  
2.       Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.  
3.       Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.  
4.       Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi.   

Hal senada juga disebutkan dalam Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia bahwa  mengingat kedudukannya sebagai bahasa yang penting bahasa Indonesia memiliki kaidah-kaidah kebakuan bahasa yang harus diperhatikan. Bahasa baku ini mendukung empat fungsi bahasa: (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan. 

Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Seiring dengan perkembangan zaman yang sekarang ini banyak masyarakat yang mengalami perubahan. Bahasa pun juga mengalami perubahan. Perubahan itu berupa variasivariasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000). 
Di dalam lingkungan masyarakat, ada bahasa yang digunakan dan memperlihatkan ciri keakraban atau keintiman. Bahasa yang ditandai bentuk dan pilihan kata akrab seperti loe, gue, ember ‘memang’ tersebut termasuk ragam intime di kalangan kaum muda Jakarta.  Bahasa seperti itu digunakan di anatara dua orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim. Secara sepintas, kita dapat membedakannya dengan bahasa santai (casual) yang juga ditandai dengan adanya penggunaan katakata tidak baku. Ragam santai digunakan di dalam situasi tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal. 
Ragam berikutnya dikenal ragam konsultatif. Jika kita amati bahasa yang digunakan pada saat guru menjelaskan atau bertanya jawab dengan siswa, atau  pada saat pembeli melakukan tawar menawar harga dengan pedagang, kita akan menemukan ragam bahasa yang memperlihatkan ciri ragam konsultatif. Kata-kata atau ujaran yang digunakan terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi. Cirinya berbeda dengan ragam formal atau resmi yang dipakai di dalam rapat atau diskusi resmi atau formal. Ragam bahasa formal ditandai oleh bentuk kata dan kalimat yang lengkap serta akurat. Dengan bentuk ujaran yang lengkap dan akurat tersebut, tercermin adanya jarak hubungan dan situasi formal di antara komunikan. 
Ragam lain adalah bahasa yang ditandai ungkapan atau ujaran-ujaran baku dan beku (forzen) sebagaimana yang terdengar dalam acara ritual dan seremonial. Disebut beku karena ungkapan dan istilah yang dipakai sedemikian tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu patah kata pun. Bahkan, tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama sekali. Perhatikanlah ungkapan yang dipakai oleh hakim, jaksa, dan pembela di dalam suatu persidangan di pengadilan. Contoh yang jelas dapat dilihat dalam upacara pernikahan, upacara bendera, serta baris-berbaris di kalangan tentara, pelajar atau karyawan instansi pemerintah. 
Jadi, berdasarkan subdimensi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas: intim, (intimate), santai (casual), konsultatif (consultative), resmi (formal), dan beku (frozen). Untuk memudahkan mengingat istilah tersebut kita dapat menggunakan ‘jembatan keledai’ dengan cara mnemonik (metode meningkatkan daya ingat) yaitu menggunakan kalimat ICan Catch Five Fish.  Ingat huruf I untuk intimate; C untuk casual; C untuk consultative; F untuk formal; F untuk frozen.
Ragam bahasa dilihat dari media atau sarananya ada dua yaitu ragam tulis dan ragam lisan. Ragam tulis adalah ragam bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan. Dalam ragam tulis terkait erat dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dalam ragam tulis dituntutadanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan tanda baca dalam mengungkapkan ide. 
Ragam lisan mempunyai ciri: (1) memerlukan orang kedua/lawan bicara; (2)  tergantung situasi, kondisi, ruang dan waktu; (3) perlu intonasi serta bahasa tubuh; (4) berlangsung cepat; (5) sering dapat berlangsung tanpa alat bantu; (6)  kesalahan dapat langsung dikoreksi, dan; (7) dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda. Contoh ragam lisan antara lain pidato, ceramah, sambutan, diskusi, dll. 
Secara sederhana perbedaan penggunaan bahas lisan dan tulis dapat dilihat dalam
tabel berikut. 
Tabel  1 Perbedaan Penggunaan Bahasa Lisan dan Tulis
Aspek
Subaspek
Ragam bahasa
Tata bahasa
Bentuk kata
Ragam Bahasa Lisan
(1)      Nia sedang baca majalah
(2)      Ari maunulis surat
(3)      Tapi kamu nggak boleh nolak lamaran itu

Ragam Bahasa Tulis
(1)      Nia sedang membaca majalah
(2)      Ari akan menulis surat
(3)      Tetapi kamu tidak boleh menolak lamaran itu.
Struktur
Kalimat
Ragam Bahasa Lisan
(1)      Mereka tinggal di Menteng.
(2)      Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
(3)      Saya akan tanyakan soal itu.

Ragam Bahasa Tulis
(1)      Mereka bertempat tinggal di Menteng.
(2)      Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
(3)      Akan saya tanyakan soal itu.
Aspek
Subaspek
Ragam bahasa
Kosa kata

Ragam Bahasa Lisan
(1)      Ariani bilang kita harus belajar.
(2)      Kita harus bikin karya tulis.
(3)      Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak.

Ragam Bahasa Tulis
(1)      Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
(2)      Kita harus membuat karya tulis.
(3)      Rasanya masih terlalu muda buat saya, Pak.

Dilihat dari penuturnya ragam bahasa dibagi menjadi tiga yaitu dialek, resmi, dan tak resmi. Sebagaimana diketahui Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku budaya, dan bahasa. Hal itu, tentu juga menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa yang berbeda-beda karena perbedaan daerah disebut dialek. Dialek orang Bali dan Aceh akan tampak dalam realisasi pelafalan /t/ sebagai retroflek, seperti tampak pada pelafalan /thethapi/, /canthik/, /ithu/. 
Ragam bahasa resmi dan tak resmi dipengaruhi oleh sikap penutur terhadap lawan bicara baik lisan maupun tulis. Perbedaan ragam ini tampak dalam pilihan kata dan penerapan kaidah tata bahasa. 
Ragam resmi digunakan untuk berkomunikasi dengan lawan bicara yang tidak dikenal atau orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada pembicara. Ragam bahasa ini ditandai dengan penggunaan ragam baku, makin tinggi kebakuan bahasa yang digunakan semakin resmi dan formal jarak antara pembicara dengan penutur. 
Ragam bahasa resmi menggunakan aturan dan kaidah bahasa baku. Ragam bahasa baku memiliki ciri:
1.   Kemantapan dinamis, memiliki kaidah dan aturan yang relatif tetap dan luwes.
2.   Kecendekiaan, sanggup mengungkap proses pemikiran yang rumit diberbagai ilmu dan teknologi. 
3.   Keseragaman kaidah adalah keseragaman aturan atau norma. 

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan penggunan bahasa Indonesia baku  dalam:
1. Komunikasi resmi, yakni surat-menyurat resmi, pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya.
2. Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan ilmiah.
3. Pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah.
4.  Pembicaraan dengan orang yang dihormati yakni orang yang lebih tua, lebih tinggi status sosialnya dan orang yang baru dikenal.

Ciri struktur bahasa Indonesia baku adalah sebagai berikut.
1.  Pemakaian awalan me- dan ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten.
2.  Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat, dan sebagainya secara eksplisit dan konsisten).
3. Pemakaian fungsi bahwa dan karena (bila ada) secara eksplisit dan konsisten (pemakaian kata penghubung secara tepat dan ajeg.
4.   Pemakaian pola frase verbal aspek + agen + verba (bila ada) secara konsisten (penggunaan urutan kata yang tepat).
5. Pemakaian konstruksi sintesis (lawan analitis).
6.  Pemakaian partikel kah, lah, dan pun secara konsisten.
7.         Pemakaian preposisi yang tepat.
8.         Pemakaian bentuk ulang yang tepat menurut fungsi dan tempatnya.
9.         Pemakaian unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari unsur-unsur yang menandai bahasa Indonesia baku.
10.     Pemakaian ejaan resmi yang sedang berlaku (EYD).
11.     Pemakaian peristilahan resmi.
12.     Pemakaian kaidah yang baku.
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Ungkapan “gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar” telah menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru di lingkungan sekolah maupun jasa media massa. Apakah sebenarnya makna ungkapan ini? Apakah yang dijadikan alat ukur bahasa yang baik? Dan apa pula alat ukur bahasa yang benar? Supaya tidak hanya mengucapkan slogan itu, tetapi kita dapat menerapkan pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar.  
Kriteria yang dipakai untuk melihat pemakaian bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi aspek (1) tata bunyi atau fonologi; (2) tata bahasa (kata dan kalimat); (3) kosa kata, termasuk di dalamnya penggunaan istilah; (4) ejaan; dan (5) makna. 
Pada aspek tata bunyi atau fonologi misalnya bahasa Indonesia telah menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/. Oleh karena itu, kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, zebra, dan izin bukan pajar, pakir (miskin), motip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, sebra, dan ijin. Masalah lafal ini juga termasuk aspek tata bunyi. Pelafalan yang benar misalnya /kompleks, korps, transmigrasi, ekspor/ bukan /komplek, korp, trasmigrasi, ekspot/. 
Pada aspek tata bahasa mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawabkan, bukan obah/rubah/robah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban.
Pada aspek kosa kata daripada kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah lebih baik dipakai berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada menggunakan pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi. Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki. 

Dari segi makna,  pemakaian bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tautan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak tepat digunakan kata yang bermakna konotatif (kata kiasan). Jadi, pemakaian bahasa yang benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.

Bahasa yang baik dan benar memiliki empat fungsi:
1.   fungsi pemersatu kebhinnekaan rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan;
2. fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain;
3.   fungsi pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan yang terpelajar; dan;
4.   fungsi sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa
Keempat fungsi bahasa yang baik dan benar itu bertalian erat dengan tiga macam batin penutur bahasa sebagai berikut:
1.          fungsinya sebagai pemersatu dan sebagai penanda kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan orang terhadap bahasa itu;
2.   fungsinya pembawa kewibawaan berkaitan dengan sikap kebangsaan orang karena mampu beragam bahasa itu; dan
fungsi sebagai kerangka acuan berhubungan dengan kesadaran orang akan adanya aturan yang baku layak dipatuhi agar ia jangan terkena sanksi sosial. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar