Istilah
pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris aquisition, yakni proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya. Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah
proses alami di dalam diri seseorang untuk menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa
biasanya didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan
bahasa itu. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu pada penguasaan
bahasa secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa
tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari
Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya
anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai
berikut:
1.
Tahap satu kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan
18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk
mengacu pada bendabenda yang dijumpai
sehari-hari. Pada usia ini, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar
berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah
sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata, satu frase, atau kalimat, yang
berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang
lengkap. Misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di
sini).
2.
Tahap dua kata, Satu frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan.
Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa
ikut. Kalau pada tahap holofratis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu
dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus
ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai
berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti
infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak
itu, subjek + predikat” dapat terdiri atas kata benda + kata benda,
seperti “Difa mainan” yang berarti
“Difa sedang bermain dengan
mainan”.
3.
Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran
kata ganda (multiplewordutterences) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak
juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan
benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan
cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
Pemerolehan dalam bidang
fonologi
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum
dapat dipastikan bentuknya karena memang terdengar dengan jelas. Proses
bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi
dekutan (Dardjowidjojo 2000:
63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum
jelas identitasnya.
Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan
dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan
babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan (Darmowidjojo: 2000: 63).
Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang
keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya
adalah /a/ dengan demikian, strukturnya adalah KV. Sehingga muncullah struktur
seperti berikut: KV KV KV……papapa mamama ….. Konsonan dan vokalnya secara
gradual berubah sehingga muncullah kata-kata seperti dadi, dida, dan
sebagainya.
1.
Menjelaskan pemerolehan bahasa
anak.
2.
Menjelaskan pembelajaran bahasa
anak.
3.
Membedakan pemerolehan dan
pembelajaran bahasa .
4.
Menjelaskan tahapan pemerolehan
bahasa.
5.
Mengidentifikasi faktor-faktor
yang memengaruhi pemerolehan bahasa.
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan
mengucapkan satu kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah
kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata,
dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan
adalah kata mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang
ingin ia sampaikan adalah Dodi mau bobok, dia akan memilih di (untuk Dodi), mau
(untuk mau), ataukah bok (untuk bobok)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan
memilih bok.
6.
Menjelaskan pemerolehan bahasa
anak.
7.
Menjelaskan pembelajaran bahasa
anak.
8.
Membedakan pemerolehan dan
pembelajaran bahasa .
9.
Menjelaskan tahapan pemerolehan
bahasa.
10. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pemerolehan
bahasa.
Dari segi sintaksis, USK (Ujaran Satu Kata) sangatlah
sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa
seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun dari segi
semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak
yang mengatakan /bil/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan: Ma, itu mobil. Aku
mau ke mobil. Papa ada di mobil, dsb.nya.
Senada dengan uraian Dardjowidjojo di atas Zuchdi (2001)
menjelaskan tahap-tahap pemeroleh bahasa anak sebagai berikut.
1.
Mendekut (mengeluarkan bunyi
vokal)
Bayi pada umumnya sanggup memroduksi bunyi dari dirinya
sendiri. Bunyi yang paling dominan dalam komunikasi bayi adalam melalui
tangisan. Namun, berdasarkan kemahiran berbahasanya mendekut (cooing) adalah
ekspresi oral bayi mengeksplorasi pemroduksian bunyi vokal.
2.
Meraban/Mengoceh (mengandung
konsonan dan bunyi vokal)
Bunyi-bunyian yang dihasilkan anak pada tahap ini adalah
produksi yang dipilih oleh bayi terkait fonem-fonem yang dipilih baik bunyi
vokal maupun konsonan yang merupakan ciri asal bahasa bayi. Meraban (babbling)
ini berbeda pada setiap bayi, sedangkan mendekut (cooing) seluruh bayi
sama.
3.
Ucapan Satu Kata
Yang dimaksud ucapan dalam tahap ini terbatas pada bunyi
vokal dan konsonan yang digunakan (Ingram, 1999). Bayi menggunakan suku kata
ini, holofrastis, untuk menyampaikan intense, keinginan, atau tuntutan.
Biasanya kata-kata yang diungkapkan adalah kata benda konkret yang dikenalnya
seperti: mobil, buku, bola, dll atau bisa juga keinginan seperti papa, mama,
kue, bobo, dll. Pada usia 18 bulan,
anak-anak biasanya memiliki tiga sampai 100 kata. Namun, kosakata yang dimiliki
terkadang tidak mencukupi untuk mengungkapkan keinginannya, akibatnya mereka
sering melakukan kesalahan.
4.
Ucapan Dua Kata dan Ujaran
Telegrafik
Secara bertahap
antara usia 1,5 sampai dengan 2,5 tahun anak mulai mengombinasikan kata-kata
tunggal untuk menghasilkan ucapan dua kata. Komunikasi ini tampaknya lebih
mirip dengan telegram daripada percakapan. Kata depan, kata sambung, dan fungsi
morfem lainnya yang biasanya ditinggalkan. Oleh karena itu, para ahli bahasa
menyebutkan ucapan-ucapan awal ini mirip di dalam telegram.
5.
Struktur Kalimat Dasar
Pada usia dua tahun kata yang dimiliki anak berkembang
dengan cepat. Pada umur tersebut anak sudah memiliki sekitar 300 s.d. 1000 kata
dan menjelang umur tiga tahun sampai dengan 4 tahun kemahiran kosakata anak
akan terus bertambah hingga anak mencapai fondasi dan struktur bahasa orang
dewasa. Selanjutnya pada usia lima tahun, kebanyakan anak juga bisa mengerti
dan memroduksi kalimat yang cukup kompleks. Pada usia sepuluh tahun, secara
fundamental bahasa anak sudah sama seperti orang dewasa.
Pada tahap struktur kalimat dasar anak melengkapi
pemerolehan kalimat sekaligus pemerolehan semantik. Perkembangan semantik pada
anak di SD akan semakin pesat. Kosa kata bertambah sekitar 3000-5000 kata per
tahun (Tompkins, 1989). Menurut Budiasih dan Zuchdi (2001) anak SD sudah mampu
mengembangkan bahasa figuratif/khayalan seperti ungkapan, kata kiasan, dan
peribahasa.
Periode dan
Perkembangan Pemerolehan Bahasa Pertama
Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas
tiga bagian penting yaitu: perkembangan prasekolah, perkembangan ujaran
kombinatori, dan perkembangan masa sekolah.
Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa
prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata
dan ujaran kombinasi permulaan. Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya
pertukaran giliran antara orang tua, khususnya ibu, dengan anak. Pada masa
perkembangan pralinguistik anak mengembangkan konsep dirinya.
Kata-kata pertama yang
diperoleh pada tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata
sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian.
Dilihat dari unsur dasar pembentukannya kombinasi yang dibuat anak pada periode
ini mengekspresikan dua unsur deretan dasar pelaku (agen) + tindakan (aksi) +
objek, contoh Adik minum susu. Semua kombinasi dua unsur terjadi, misalnya Agen
+ Aksi + Objek, Agen + Objek, misalnya Adik minum susu, Mama susu.
Pada masa tahap dua ada tiga sarana ekspresif yang
dipakai oleh anak-anak, yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih
panjang yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran
anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan
perluasan istilah dalam suatu hubungan. Perkembangan ujaran kombinatori
anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian yaitu perkembangan negatif/penyangkalan.
Pada tahap ini anak dengan bahasanya sudah mengembangkan kalimat-kalimat
negatif atau penyangkalan sebagai contoh ketika anak merusakkan mainannya dan
ditanya orang tuanya siapa yang merusak mainan anak akan menjawab penyangkalan
dengan kalimat /Bukan Difa/. Perkembangan interogatif/pertanyaan. Pada tahap
ini anak mengekspresikan pertanyaan dengan susunan gramatika yang sederhana.
Misalnya ketika anak melihat benda mainan baru di lingkungan temannya anak
sudah mampu merangkai kalimat /Sepeda siapa?/ Perkembangan penggabungan
kalimat. Anak-anak dalam perkembangan linguistiknya sebelum 7 tahun sudah mampu
menggabungkan kalimat-kalimat yang lebih panjang. Sebagai contoh, /Difa nggak
boleh ikut, mas aja yang temenin bunda/.
11. Menjelaskan pemerolehan bahasa anak.
12. Menjelaskan pembelajaran bahasa anak.
13. Membedakan pemerolehan dan pembelajaran bahasa .
14. Menjelaskan tahapan pemerolehan bahasa.
15. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pemerolehan
bahasa.
1.
Faktor Biologis
Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh
kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar,
dan alat ucap.
2.
Faktor Lingkungan Sosial
Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak memerlukan orang lain untuk
berinteraksi dan berkomunikasi. Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan
secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam lingkungan yang menggunakan
bahasa. Oleh karena itu, anak memerlukan orang lain untuk mengirimkan dan
menerima tanda-tanda suara dalam bahasa itu secara fisik.
3.
Faktor Intelegensi
Intelengesi adalah daya atau kemampuan anak dalam
berpikir atau bernalar. Zanden (1980) mendefinisikannya sebagai kemampuan
seseorang dalam memecahkan masalah. Meskipun, anak yang bernalar lebih tinggi
tidak dapat dipastikan akan lebih sukses daripada anak yang berdaya nalar
pas-pasan dalam hal pemerolehan bahasa.
4.
Faktor Motivasi
Sumber motivasi pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu
motivasi dari dalam atau internal dan motivasi dari luar diri atau eksternal.
Dalam belajar bahasa seorang anak tidak terdorong demi bahasa sendiri. Dia
belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat, seperti lapar, haus, serta
perlu perhatian dan kasih sayang (Goodman, 1986; Tompkins dan Hoskisson. 1995).
Inilah yang disebut motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri anak
sendiri.
Pemerolehan dan
Pembelajaran Bahasa
Istilah pemerolehan dipakai dalam proses penguasaan
bahasa pertama, yaitu satu proses perkembangan yang terjadi pada seorang
manusia sejak lahir. Istilah pembelajaran dipakai dalam proses belajar bahasa,
umumnya bahasa yang dipakai yang dipelajari secara formal di sekolah atau
bahasa asing, yang dialami oleh seorang anak atau orang dewasa setelah ia
menguasai bahasa pertama. Bagi sebagian besar anak di Indonesia, bahasa
Indonesia bukanlah bahasa pertama, meraka telah menguasai bahasa pertama
mereka, yaitu bahasa daerah. Oleh karena itu, dalam kasus seperti ini bahasa
Indonesia menjadi bahasa asing bagi sebagian besar mereka.
Untuk memahami struktur dan aturan-aturan di dalam
bahasa asing, ada dua cara yang dapat dipergunakan. Yang pertama adalah meminta
seorang menerangkannya; yang kedua adalah menemukannya dengan cara sendiri.
Cara yang pertama disebut eksplikasi (explication), sedangkan cara yang kedua
disebut induksi (induction).
Eksplikasi adalah penjelasan aturan dan struktur bahasa
asing dalam bahasa kita sendiri. Proses ini jarang sekali dipakai ketika
seorang anak belajar bahasa pertama.
Induksi adalah cara
mempelajari struktur dan aturan bahasa asing dengan mengulang-ulang kata,
frasa, atau kalimat dalam situasi yang relevan sehingga diperoleh pemahaman
yang tepat. Dengan cara ini, seorang pemelajar bahasa asing akan menganalisis
dan menemukan generalisasi atau aturan dalam struktur bahasa yang
dipelajarinya. Dalam situasi berikut, seorang pembelajar bahasa Indonesia akan
memahami aturan membuat kalimat negatif dalam bahasa Indonesia.
Tuti makan
|
|
Tuti tidak makan
|
Tuti guru
|
|
Tuti bukan guru
|
Di dalam pembelajaran bahasa ingatan juga penting.
Memori atau ingatan berperan dalam proses mengingat struktur dan aturan dalam
bahasa asing. Orang dewasa menggunakan strategi untuk mengingat dengan cara
“menghafal di luar kepala”
(rote).
Hal lain yang juga berkaitan dengan faktor psikologis
adalah keterampilan motorik. Pada masa pertumbuhan, otak sebagai pengendali
alat ucap anak masih sangat “lentur”. Hal itu, memudahkan anak untuk menirukan
pengucapan kata-kata asing karena pada masa ini ia masih melatih berbagai
keterampilan motoriknya, termasuk di antaranya adalah alat ucapnya.
Namun, hal-hal
di atas juga harus didukung oleh faktor lain yang tak kalah penting yaitu
faktor sosial. Faktor sosial ini masih dibedakan menjadi dua hal. Yang pertama
adalah situasi natural. Yang kedua adalah situasi di dalam kelas. Seorang anak
lebih mudah belajar bahasa asing dalam situasi yang sangat alami misalnya dalam
situasi bermain. Bagi anak-anak beradaptasi dengan lingkungan baru akan lebih
mudah jika dibandingkan dengan orang dewasa.
Di dalam proses pembelajaran bahasa dikenal pula istilah
Hipotesis Umur Kritis (Critical Age Hypothesis). Hipotesis ini mempertimbangkan
usia sebagai faktor untuk mencapai kemampuan berbahasa. Menurut Lenneberg (1967),
usia 2 sampai dengan 12 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk mencapai
kemampuan berbahasa seperti penutur asli, sedangkan menurut Kresen (1972) usia yang ideal untuk belajar bahasa adalah
di bawah lima tahun.
Jadi, benarkah anak-anak lebih unggul daripada
orang dewasa dalam proses pembelajaran bahasa asing? Jawabannya bergantung pada
faktor mana yang paling berpengaruh dan dalam situasi apa mereka belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar