navigasi

Jumat, 21 Oktober 2016

Sastra Indonesia




Pada bagian ini akan dibahas mengenai genre saastra Indonesia dan apresiasi sastra Indonesia.
1.       Genre Sastra Indonesia
Dalam perkembangan sastra di Indonesia sastra dibedakan berdasarkan waktu kemunculnnya sehingga terdapatlah apa yang disebut dengan sastra lama dan sastra baru. Sastra lama merujuk pada sastra lisan yang sudah sejak lama mengakar pada masyarakat tutur Indonesia. Berdasarkan ragamnya sastra lama dapat berupa puisi lama yang terbagi menjadi pantun, syair, karmina, talibun, gurindam. Untuk kategori cerita naratif atau prosa sastra jenis sastra lama yang dikenal antara lain dongeng, legenda, hikayat, myte. Secara umum sastra lama dan sastra baru dapat dilihat perbedaannya dari keteraturannya.  Sastra lama ketat dan taat pada aturan sedangkan sastra baru lebih bebas. Untuk memahami perbedaan sastra lama dan sastra baru, perhatikan uraian di bawah ini.

Sastra lama adalah sastra yang berbentuk lisan atau sastra Melayu yang tercipta dari suatu ujaran atau ucapan. Sastra lama masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam pada abad ke-13. Peninggalan sastra lama terlihat pada dua bait syair pada batu nisan seorang muslim di Minye Tujuh, Aceh. Ciri sastra lama  adalah sebagai berikut.
1.         Anonim atau tidak ada nama pengarangnya.
2.         Istana sentris (terikat pada kehidupan istana kerajaan).
3.         Tema karangan bersifat fantastis.
4.         Karangan berbentuk tradisional.
5.         Proses perkembangannya statis.
6.         Bahasa yang digunakan klise.

Sastra baru adalah karya sastra yang telah dipengaruhi oleh karya sastra asing sehingga sudah tidak asli lagi.Ciri dari sastra baru adalah sebagai berikut.
1.         Pengarang dikenal oleh masyarakat luas.
2.         Bahasanya tidak klise.
3.         Proses perkembangan dinamis.
4.         Tema karangan bersifat rasional.
5.         Bersifat modern.
6.         Masyarakat sentris (berkutat pada masalah kemasyarakatan).

Berdasarkan ragam atau genrenya sastra dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk yaitu: (1) prosa, (2) puisi, dan (3) drama. Ketiga ganre sastra tersebut mempunyai ciri yang membedakan. Namun demikian, kadang ketiga jenis tersebut tidak dapat dipisahkan secara mutlak sebab ada puisi yang ditulis dengan gaya prosa yang disebut dengan puisi lirik, dan sebaliknya ada prosa yang ditulis puitis. Oleh karena itu, ketiga genre sastra tersebut kehadirannya dalam sebuah karya sangat dimungkinkan hadir bersamaan. Secara sederhana untuk membedakan ketiga genre sastra tersebut dapat dibaca melalui uraian berikut. 
Puisi. 
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa  baik struktur fisik maupun struktur batinnya. Ciri khas puisi yang paling menonjol adalah tipografinya., Seketika bila kita melihat sebuah teks yang lariklariknya tidak sampai ke tepi halaman kita mengandaikan teks tersebut adalah puisi (Dick Hartoko, 1982: 175). Namun, demikan, untuk puisi terdapat beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru. Puisi lama sendiri dibagi menjadi beberapa jenis yang tiap-tiap jenisnya mempunyai ciri yang berbeda satu sama lain. 

Puisi Lama  a.    Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Mingangkabau yang berarti "petuntun".  Pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis. Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampirandan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak.
Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.


eringat badan tidak sembahyang


Pantun sendiri masih berbagai macam jenisnya, diantaranya: pantun adat, agama, budi, jenaka, kepahlawanan, kias, nasihat, percintaan, peribahasa, perpisahan, dan teka teki. 
b.         Seloka (Pantun Berkait) 
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.Seloka mempunyai ciri: (1) Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua. (2) Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga, dan seterusnya, sedangkan aturan pembuatan pantunnya sama dengan aturan pantun yang sudah disebutkan sebelumnya.  
c.          Talibun 
Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harusgenap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.Jadi, apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d.
d.         Pantun Kilat (Karmina) 
Karmina mempunyai ciri-ciri: Setiap bait terdiri dari dua  baris, baris pertama merupakan sampiran. Baris kedua merupakan isi. Bersajak a – a. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata. Pada umumnya karmina digunakan untuk memberi sindiran secara halus. Karmina juga dapat dibagi lagi sesuai dengan isinya sebagaimana pantun. 
e.         Mantra
Mantra adalah puisi tua yang keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra melainkan sebagai adat dan kepercayaan. Mantra tidak memiliki aturan tertentu seperti halnya dalam pantun. Hanya pada saat itu mantra dianggap mengandung kekuatan ghaib yang diucapkan dalam waktu tertentu. 


f.          Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India) yaitu kirindam yang berarti mula-mula, amsal, atau perumpamaan. Gurindam mempunyai ciri: Sajak akhir berima a – a ; b – b; c – c dst. Sama dengan ciri sastra lama lainnya gurindam berisinya nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatui sebab akibat. 
g.         Syair
Syair merupakan salah satu jenis puisi lama.  Kata "syair" berasal dari bahasa Arab syu’ur yang berarti "perasaan". Kata syu’ur berkembang menjadi kata syi’ru yang berarti "puisi" dalam pengertian umum. Syair dalam kesusastraan Melayu merujuk pada pengertian puisi secara umum. Akan tetapi, dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga syair didesain sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair menjadi khas Melayu adalah Hamzah Fansuri dengan berbagai karya syair yang ditulisnya, antara lain: Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Syair memiliki ciri: Setiap bait terdiri atas empat baris. Setiap baris terdiri atas 8-12 suku kata. Bersajak a-a-a-a. Isi tidak semua sampiran.

Puisi Baru
Puisi baru adalah pembaharuan dari puisi lama yang mendapat pengaruh dari Barat. Dalam penyusunan puisi baru  rima dan jumlah baris setiap bait tidak terlalu dipentingkan. Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Nama pengarang puisi baru sudah dicantumkan (Rizal, 2010:75). 

Berdasarkan pendapat  di atas dapat disimpulkan bahwa puisi baru adalah bentuk puisi bebas yang tidak begitu terikat pada aturan penulisan seperti puisi lama. Rizal (2010:75) mengungkapkan, ciri-ciri puisi baru sebagai berikut.
1)         Bentuknya rapi, simetris.
2)         Mempunyai persajakan akhir (yang teratur).
3)         Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain.
4)         Sebagian besar puisi berbentuk empat seuntai.
5)         Tiap-tiap barisnya terdiri atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
6)         Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar): 4-5 suku kata.
      
Jenis-jenis Puisi Baru
Damayanti (2013:78) mengungkapkan, jenis puisi baru berdasarkan isinya dibedakan menjadi beberapa macam seperti berikut ini.
a.          Balada
Balada adalah puisi berisi kisah atau cerita suatu riwayat. Balada menceritakan kehidupan orang biasa yang penuturannya didramatisasi sehingga menyentuh. 
b.         Himne
Himne adalah puisi yang bersifat transendental atau berisi pujian untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Pada umumnya himne berisi pujian atau keluh kesah yang ingin disampaikan kepada Tuhan. 
c.          Ode
Ode adalah puisi yang berisi sanjungan untuk orang, benda, atau peristiwa yang memuliakan. Biasanya, ode ditujukan kepada pahlawan atau tokoh yang berpengaruh. 
d.         Epigram
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan atau ajaran hidup, nilai-nilai kehidupan dan ajaran moral menjadi ciri khusus epigram ini. 
e.         Romance
Romance adalah puisi yang berisi tentang kisah-kisah percintaan, romance pada umumnya lahir dari pengalaman pengarang tentang kisah percintaan yang pernah dialaminya. 
f.           Elegi 
Elegi adalah puisi yang mengungkapkan kesedihan. Jenis puisi ini lebih ditujukan untuk ekspresi perasaan aku-lirik sehingga puisi lebih menekankan yang dirasakan aku lirik. 

g.          Satire 
Satire adalah puisi yang berisi sindiran atau kritikan tajam terhadap keadaan masyarakat atau kehidupan sosial-budayanya. Sebenarnya tak terbatas pada puisi saja, prosa dan drama juga bisa disebut satire jika temanya melawan dan menyindir kondisi zaman. 
Prosa
Istilah prosa menurut Nurgiyantoro (2013: 1) dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas. Ia mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa, bukan puisi atau drama, tiap baris dimulai dari margin kiri penuh sampai ke margin kanan. Bisa dikatakan prosa dalam pengertian ini tidak hanya karya sastra, tetapi juga karya nonfiksi termasuk di dalamnya penulisan berita dalam surat kabar. Prosa sebagai karya sastra sebagaimana dijelaskan oleh Abrams via Nurgiyantoro (2013: 2) merujuk pada fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif (dalam pendekataan struktural dan semiotik). Istilah fiksi ini diartikan sebagai cerita rekaan atau khayalan, tidak menyaran pada kejadian faktual atau sesuatu yang benar-benar terjadi. 

Fiksi merujuk pada prosa naratif  yang dalam hal ini novel dan cerpen, bahkan fiksi sendiri bisa jadi sering disebut sebagai novel. Novel sebagai sebuah fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsurinstriksiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dll,  yang kesemuanya bersifat imajinatif. 

Prosa Lama
Merujuk kembali pada ciri-ciri sastra lama yang dikemukakan dalam awal uraian materi ini, maka genre prosa juga memiliki produk tersendiri pada sastra lama. Genre prosa yang dapat dikategorikan dalam sastra lama antara lain sebagai berikut.
a.    Hikayat, yaitu prosa lama yang berisikan kehidupan para dewa, pangeran, atau putri kerajaan, dan raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Hikayat juga sering menceritkan kepahlawanan tokoh yang ada di dalamnya. Hikayat berasal dari India dan Arab, terkadang tokohnya merupakan tokoh sejarah. Beberapa hikayat yang terkenal antara lain: Hikayat Hang Tuah, HIkayat Si Pahit Lidah, dan Hikayat Kuda Terbang. 
b.    Dongeng, yaitu prosa lama yang mengandung ajaran kebaikan.Dongeng biasanya ditujukan pada anak-anak. Biasanya berisi tentang kebaikan melawan kejahatan. Cotoh: Malin Kundang, Timun Mas, Candra Kirana.  
c.     Mitos, cerita yang dipercaya turun tumurun sebagai pegangan dalam menjalani hidup dan berperilaku. Mitos terkadang juga dikaitkan dengan asal mula suatu silsilah suku tertentu. Ada juga yang percaya bahwa tokoh yang berada dalam mitos benar-benar ada dan menjadi nenek moyangnya. Contoh mitos adalah Nyi Roro Kidul, Cerita Rama-Sinta, Cerita Mahabaratha. Mitos yang paling terkenal adalah Ken Arok dan Ken Dedes. 
d.    Fabel, yaitu cerita yang tokohnya binatang yang berperilaku seperti manusia. Fabel diciptakan untuk memudahkan pemahaman anak-anak dalam menggambarkan perwatakan atau karakter tokohnya. Contoh: Cerita Kancil, Cerita Kura-Kura dan Kelinci, Cerita Kera dan Ikan Mas. 
e.    Legenda, yaitu prosa lama yang menceritakan asal mula suatu tempat, benda peninggalan sejarah atau fenomena. Contoh: Legenda Pulau Samosir, Legenda Candi Mendut, Legenda Tangkupan Perahu.

Prosa Baru 
Pada proses perkembangannya prosa juga mengalami perubahan meskipun unsur pembangunnya tidak jauh berbeda, hanya saja isi dan tema prosa baru telah lebih berkembang. Beikut beberapa jenis prosa baru atau prosa modern.
a.          Cerpen
Cerpen merupakan kependekan cerita pendek, yaitu cerita yang mengambil momen penting dalam lakuan tokoh. Biasanya durasi cerpen tidak panjang dan mebutuhkan lima sampai lima belas halaman. Ada juga cerpen yang lebih dari lima belas halaman, tetapi itu tak banyak karena semakin panjang cerpen, kepadatan dan momen yang ditangkap akan hilang. Beberapa cerpen yang terkenal diantaranya. Robohnya Surau Kami dari A.A. Navis dan Sepotong Senja untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma. 

b.         Novel
Novel yaitu jenis prosa yang menceritakan masalah yang dihadapi tokoh dalam lingkup hidupnya, tetapi tidak bercerita hingga sang tokoh meninggal. Novel juga berusaha menangkap momen penting yang dilalui sang tokoh utamanya, tetapi disampaikan dengan lebih rinci dan pengaluran yang lebih renggang, tidak padat. Novel terkenal yang ada dalam sejarah sastra diantaranya. Layar Terkembang karya Suatn Takdir Alisjahbana, Burung-Burung Manyar karya YB Mangun Wijaya dan Saman karya Ayu Utami. 
c.          Roman
Roman yaitu prosa yang bercerita dalam lingkup hidup hingga sang tokoh meninggal. Biasanya tokoh yang diceritakan mengalami perubahan nasib di akhir cerita. Roman juga terbagi menjadi beberapa jenis, yaotu: roman sejarah, sosial,  bertendens,  dan psikologis. 
d.         Novelet
Novelet merupakan jenis prosa yang lebih panjang dari cerpen tetapi terlalu pendek jika dikategorikan sebagai novel. Biasanaya novel berkisar antara lima puluh hingga seratus halaman. Novelet banyak dijumpai dalam karya-karya populer yang bersifat komedi. Karya-karya Hilman Hariwijaya dapat dikategorikan dalam jenis ini sebagai contoh Lupus, Olga dan Sepatu Roda, sedangkan untuk yang berkategori sastra yang dapat digolongkan ke dalam novelet misalnya Sri Sumarah dan Bawuk karya Umar Kayam. 
Drama
Drama berasal dari bahasa Yunani yang berarti dialog dalam bentuk prosa atau puisi dengan keterangan laku. Unsur-unsur terpenting dalam drama untuk dapat dipentaskan adalah sebagai berikut.
1.          Naskah lakon, berguna untuk menetapkan urutan adegan dan dialog yang ada dalam drama.
2.          Sutradara, yaitu orang  yang mengatur dan mengonsep drama yang akan dimainkan.
3.          Pemain yaitu orang yang memainkan peran di panggung. 

Drama di Indonesia berkembang pada masa drama tradisonal dan modern. Sebelum drama moderen dikenal di Indonesia, drama tradisonal telah lebih dahulu berkembang di tanah air. Drama tardisonal dipergunakan dengan merujuk pada pakem-pakem yang berlaku dan dipertahankan secara turun menurun sesuai dengan keasliannya. Setiap drama tradisional memiliki aturan atau pakem yang berbeda seperti ludruk di Jawa Timur misalnya merupakan drama tradisional yang mengutamakan humor dan komedi. Hingga kini ludruk pun tetap bertahan pada aturan ini. Contoh bentuk drama trasdional lainnya adalah: Ketoprak dari Jawa Tengah, Ubrug dari Banten, Longser dari Jawa Barat, Mamanda dari Kalimantan Selatan, dan Lenong dari Betawi. 

Dalam situasi bahasa tersebut terdapat dialog yang terdiri atas unit-unit dialog., Unit-unit dialog tersebut disebut juga "giliran bicara" yang akan diucapkan oleh tokoh.  Sebuah dialog minimal terdiri atas dua giliran bicara yang didukung sekurang-kurangnya oleh dua pelaku; bahan pembicaraan tidak boleh berubah. Konvensi tersebut merupakan konvensi ideal. Namun, bila konvensi yang ideal ini diganggu karena pelaku angkat bicara dengan tidak teratur atau tidak membicarakan bahan yang sama mustahil akan terbentuk "dialog" dan alur cerita yang dimaksudkan. Pelaku drama akan berdialog dalam ruang dan waktu yang sama., Keadaan tersebut dalam drama disebut dengan "latar" bagi sebuah dialog. 

2. Apresiasi Sastra
Banyak ahli mengartikan apresiasi sebagai sebuah penghargaan, untuk itu diperlukan sebuah penilaian untuk dapat mengaparesiasi  sastra. Menurut Sayuti (2009) apresiasi sastra merupakan hasil usaha pembaca dalam mencari dan menemukan nilai hakiki karya sastra melalui pemahaman dan penafsiran sistematik yang dapat dinyatakan dalam bentuk tertulis. Untuk mengapresiasi sebuah karya sastra,  perlu dilakukan pengamatan, penilaian, dan pemberian penghargaan terhadap karya sastra tersebut. Berikut dijelaskan tahap-tahap untuk mengapresiasi sastra. 
a.    Tahap mengenal dan menikmati yaitu tindakan berupa membaca, melihat atau menonton,  dan mendengarkan suatu karya sastra.
b.    Tahap menghargai yaitu merasakan kegunaan atau manfaat karya sastra, misalnya memberikan kesenangan, hiburan, kepuasan, serta memperluas pandangan hidup.
c.     Tahap pemahaman yaitu berupa melakukan tindakan meneliti serta menganalisis unsur-unsur yang membangun karya sastra, baik unsur instrinsik maupun unsur ekstrinsik.
d.    Tahap penghayatan yaitu membuat interpretasi atau penfasiran terhadap karya sastra.
e.    Tahap aplikasi atau penerapan yaitu mewujudkan nilai-nilai yang diperoleh dalam karya sastra dalam kehidupan sehari-hari.

Analisis Puisi
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Unsur
Intrinsik puisi, yaitu:
a.    Bunyi
Unsur bunyi merupakan salah satu unsur yang menonjol untuk membedakan antara bahasa puisi dan bahasa prosa. Bahasa puisi cenderung menggunakan unsur perulangan bunyi. Bunyi memiliki peran antara lain adalah agar puisi terdengar merdu jika dibaca dan didengarkan, sebab pada hakikatnya puisi merupakan salah satu karya seni yang diciptakan untuk didengarkan (Sayuti, 2002).
b.    Diksi
Unsur diksi adalah pilihan kata atau frase dalam karya sastra (Abrams, 1981). Setiap penyair akan memilih kata-kata yang tepat, sesuai dengan maksud yang ingin diungkapkan dan efek puitis yang ingin dicapai. Diksi merupakan pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan (KBBI, 2005: 264). Diksi yang dipilih penyair bertujuan menghadirkan efek kepuitisan, namun juga untuk mendapatkan nilai estetik.

c.     Bahasa Kias
Bahasa kias atau figurative language merupakan penyimpangan dari pemakaian bahasa yang biasa, yang makna katannya atau rangkaian katannya digunakan dengan tujuan untuk mencapai efek tertentu (Abrams, 1981). Bahasa kias memiliki beberapa jenis yaitu: personifikasi, metafora, perumpamaan, simile, metonimia, sinekdoki, dan alegori (Pradopo, 1978). Bahasa kias yang hadir dalam puisi diantaranya:
Perbandingan/ perumpamaan/simile;  yaitu menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata perbandingan seperti: bagai, bak, seperti, seumpama, laksana, sepantun, dan afiks se- lainnya yang menunjukkan perbandingan. Seperti yang terdapat dalam petikan puisi di bawah ini. 
Sahabat Sejatiku 
Karya: Annisa Sekar Salsabila

Sahabat,
Kau bagai malaikat bagiku
Kau bagaikan bidadari untukku
Semua kebajikan ada padamu

Metafora yaitu bahasa kias seperti perbandingan tetapi tidak menggunakan kata pembanding. Metafora ini melihat sesuatu dengan perantara benda yang lain (Becker, 1978:317). Seperti puisi di bawah ini yang memetaforkan kasih sayangnya sebagai jasa yang akan terbalas, hutang yang tidak akan terbayar.  
IBU
 Karya: Agus Salim
Ibu ... kasih dan sayangmu padaku adalah jasa yang tak akan terbalas adalah hutang yang tak akan terbayar sungguh banyak yang telah aku terima
Darimu .... wahai ibu
Personifikasi, kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini dipergunakan para penyair dari dahulu hingga sekarang. Personifikasi ini membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan dan memberikan bayangan angan yang konkret. Seperti yang terdapat dalam penggalan puisi karya Rustam Effendi berikut ini.

Anak Molek V

Malas dan malu nyala pelita
Seperti meratap mencuri mata
Seisi kamar berduka cita
Seperti takut, gentar berkata. 

Metonimia adalah bahasa kiasan yang jarang dijumpai pemakaiannya dalam puisi, apalagi puisi anak. Dalam bahasa Indonesia metonimia seringkali disebut kiasan pengganti nama. Bahasa kias ini berupa penggunaan sebuah atribut, objek, atau penggunaan sesuatu yang dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Contoh penggunaan metonimia dapat dilihat dalam petikan puisi Toto Sudarto Bachtiar berikut ini. 
Ibu Kota Senja 

Klakson dan lonceng bunyi bergiliran
……
Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan
Di bawah bayangan samar istana kajang
O, kota kekasih setelah senja 

Klakson dan lonceng dapat menggantikan orang atau partai politik yang sedang bersaing adu keras suaranya. Sungai kesayangan mengganti Sungai Ciliwung. Istana mengganti kaum kaya yang memiliki rumah-rumah seperti istana. Kota kekasih adalah Jakarta. 
Sinekdok adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian penting, suatu benda untuk benda atau hal itu sendiri. Sinekdok dibagi menjadi dua yaitu:
1.          Pars pro toto: sebagian untuk keseluruhan
2.          Totem pro parte; keselurahan untuk sebagian.
Sebagai contoh pars pro toto dapat dilihat dalam puisi Toto Sudarto Bactiar berikut ini.
Ibu Kota Senja
Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja 
....
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas

Sebagai contoh penggunaan totem pro parte dapat dilihat dalam petikan puisi Sitor Situmorang berikut ini.
Kujelajah bumi dan alis kekasih.
Bumi totem pro parte, sedangkan alis kekasih pars pro toto.
d.    Citraan/Imaji
Citraan merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu membangkitkan kesan yang konkret terhadap suatu objek, pemandangan, aksi, tindakan, atau pernyataan yang dapat membedakannya dengan pernyataan atau ekspositori yang abstrak dan biasanya ada kaitannya dengan simbolisme (Baldic, via Nurgiyantoro, 2014:276). Unsur citraan  merupakan gambaran-gambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata (Pradopo, 1978).  Ada berbagai macam jenis citraan diantarannya: citraan penglihatan (visual imagery), citraanpendengaran (auditory imagery), citraan gerak (movement/kinestetik imagery), citraan perabaan (tecticle/thermal imagery), citraan pengecapan (tactile imagery), dan citraan penciuman (olfactory imagery). 

e.    Makna
Setiap puisi pasti memiliki makna. Makna dapat disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Makna puisi pada umumnya berkaitan dengan pengalaman dan permasalahan yang dialami dalam kehidupan manusia. 

Analisis Prosa
Prosa, baik prosa lama maupun baru pada dasarnya memiliki unsur-unsur pembangun yang sama. Unsur pembangun prosa atau unsur intrinsik prosa  adalah sebagai berikut. 
a.         Tema
Tema merupakan motif pengikat keseluruhan isi cerita. Tema bersifat abstrak  yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit. Untuk menemukan tema karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluhan cerita, dan walau sulit ditentukan secara pasti tema bukanlah makna yang terlalu "disembunyikan".   
b.        Plot/alur
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Untuk menyebut plot secara tradisional orang juga sering menggunakan istilah alur atau jalan cerita, sedangkan dalam teori-teori yang berkembang lebih kemudian dikenal adanya istilah struktur naratif. 
Mursal Esten (2013) juga menyebutkan pembagian plot   sebagai berikut.
1)    Situasi (mulai melukiskan keadaan) 
2)    Generating circumtances (peristiwa-peristiwa mulai bergerak)
3)    Rising action (keadaan mulai memuncak)
4)    Klimaks ( mencapai titik puncak)
5)    Denoument (pemecahan soal, penyelesaian)
Selain pembedaan tersebut, plot juga dibedakan  berdasarkan urutan waktu. Dilihat dari urutan waktu dalam cerita plot dibedakan atas plot lurus atau progresif, plot sorot balik (flash back), dan plot campuran. 
c.         Tokoh dan Penokohan
Menurut Mursal Esten ada beberapa cara untuk menggambarkan tokoh. Pertama secara analitik, yaitu pengarang menceritakan secara langsung watak tokoh-tokohnya. 



Kedua, secara dramatik  pengarang tidak langsung menceritakan bagaimana watak tokoh-tokoh ceritanya. Misalnya melalui penggambaran tempat dan lingkungan tokoh, bentuk-bentuk lahir (gambaran fisik, dsb) melalui percakapan, perbuatan sang tokoh. 

Melihat peran tokoh dalam pengembangan cerita Nurgiyantoro (2013) menyebutkannya menjadi dua yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang mengejawantahkan nilai-nilai ideal atau yang disebut sebagai tokoh baik, pahlawan.  Tokoh yang menyebabkan konflik terutama konflik dengan tokoh protagonis disebut sabagai tokoh antogonis.  d. Latar
Latar merupakan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan cerita realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Membaca sebuah fiksi kita akan bertemu dengan lokasi tertentu seperti nama desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan lain-lain tempat terjadinya peritiwa. Di samping itu, kita juga akan berurusan dengan  waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, malam, pukul, pada saat bunga sakura bermekaran, saat gerimis di awal bulan, atau kejadian yang menyaran pada tipikal waktu tertentu.

e.      Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view merujuk pada cara sebuah cerita dikisahkan. Dengan kata lain, sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita. Menurut Nurgiyantoro (2013) sudut pandang cerita secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam yaitu persona pertama, first person, gaya “aku”, dan third person, gaya “dia”. 
f.        Bahasa
Bahasa sastra mungkin dicirikan sebagai bahasa yang mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah. Bahasa kiasan juga sering digunakan oleh pengarang untuk menggambarkan rangkaian ceritanya. Di antara bahasa kias yang sering muncul dalam prosa adalah hiperbola, personifikasi, dan perbandingan.  
g.      Moral/Amanat
Moral/amanat  merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Secara umum moral/amanat merujuk pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Adanya unsur moral dalam sastra sering dikaitkan dengan fungsi sastra bagi pembentukan karakter pembaca terutama pembaca anak dalam konteks pembelajaran sastra. 

Drama 
Drama yang termasuk ke dalam cipta sastra adalah naskah ceritanya. Drama sebagai cipta sastra mempertimbangkan akan kebutuhan-kebutuhan dan kemungkinan bagi syarat-syarat teatrikal dan pementasan. Seorang penulis drama tidak sebebas penulis cerita rekaan lain dalam mengungkapkan rangkaian peristiwa dalam alur yang dibangunnya. Penulis drama harus mempertimbangkan  sisi pementasan. 

Ciri formal (yang terlihat dari bentuk) drama ialah adanya dialog. Dialog saling  membantu dengan gerak dalam membentuk dan mengungkapkan konflik
(pertentangan), baik konflik batin (dalam jiwa sendiri) maupun konflik antartokoh.
Oleh karena itu, konflik pada hakikatnya merupakan hakikat drama. 

Alur sebuah drama hampir sama dengan alur cerita rekaan yang terdiri atas hal-hal berikut.
a.         Pembaruan awal/introduksi/eksposisi;
b.        Penggawatan (komplikasi)
c.         Klimaks;
d.        Antiklimaks;
e.        Penyelesaian. 


Pementasan dan Sarana Pendukung
Pentas : Teknik Penataan dan Komposisi

Drama terutama drama modern tidak mungkin dapat terjadi tanpa pentas. Komposisi pentas dapat diartikan sebagai penyusunan yang artistik dan berdaya guna atas properti, perlengkapan, serta para pemain pada pentas pertunjukan. Unsur lain dalam pementasan adalah kostum. Kostumadalah segala sesuatu yang dikenakan atau terpaksa tidak dikenakan termasuk asesoris kepada pemain untuk kepentingan pementasan.Tata riasdapat diidentikkan dengan make-up. Namun dalam hubungannya dengan pementasan drama digunakan untuk membantu menghidupkan karakter dalam pementas drama. Oleh karena itu, tata rias dalam pementasan drama tidak dapat disamakan dengan tata rias pada umumnya.  

Image result for pantun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar