navigasi

Jumat, 21 Oktober 2016

Semantik Bahasa Indonesia

Image result for semantik bahasa

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini adalah tanda linguistik (signe) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2)komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Jadi, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan makna. Keduanya merupakan unsur dalam bahasa (intralingual) yang merujuk pada halhal di luar bahasa (ekstralingual). Pada perkembangannya kemudian, kata semantik ini disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. (Abdul Chaer, 1995:2).
1. Makna Kata
Bahasa digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, makna bahasa akan dipandang berbeda-beda sesuai dengan segi dan pandangan yang berbeda juga. Berikut akan dibahas bermacam-macam makna bahasa tersebut.
a.          Makna Leksikal dan Gramatikal 
Makna leksikal merupakan makna yang ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya leksem rumah memiliki makna leksikal  bangunan untuk tempat tinggal manusia. Berdasarkan contoh tersebut dapat diartikan makna leksikal sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguhsungguh nyata dalam kehidupan kita (Abdul Chaer, 2009: 60). 
Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada kata terangkat pada kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ‘dapat’, sedangkan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat, melahirkan makna gramatikal ‘tidak sengaja’. 
   

Tabel  2 Contoh Makna Gramatikal dan Leksikal
Kata
Makna
Makna Gramatikal
Sepeda
kendaraan beroda dua atau tiga, mempunyai setang, tempat duduk dan sepasang pengayuh yang digerakkan kaki untk menjalankannya; kereta angin
bersepeda (ber + sepeda) = mempunyai sepeda
sepeda-sepeda (perulangan) = banyak sepeda
sepeda motor (pemajemukan) = sepeda yang digerakkan mesin/motor

b.          Makna Denotatif dan Konotatif 
Makna denotatif adalah makna yang dikandung sebuah kata secara objektif. Makna denotatif disebut juga maka konseptual, makna denotasional, atau makna kognitif. Selain itu, makna denotatif juga sama dengan makna referensial, karena makna denotasi ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Makna  denotatif  disebut  makna  denotasional karena makna  denotatif  menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itulah, makna denotatif sering juga disebut dengan makna sebenarnya. Misalnya: uang muka, persekot, panjar sama artinya dengan ‘uang tanda jadi’
Perbedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidaknya ‘nilai rasa’ pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut kata penuh mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna konotatif. (Abdul Chaer, 2009:65). Selanjutnya dijelaskan bahwa sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ’nilai rasa’, baik positif maupun negatif. 
Makna konotatif merupakan makna yang ditimbulkan oleh pendengar/pembaca dalam merespon suatu stimulus. Dalam responsi-responsi itu terkandung nilai-nilai stimulus. Dalam responsi-responsi itu terkandung nilai-nilai emosional dan evaluatif. Akibatnya, muncullah nilai rasa terhadap penggunaan/pemakaian katakata itu.
Makna konotatif dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1)        Konotasi positif, yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa tinggi, baik, halus, sopan, menyenangkan, dan sakral, contoh: jenazah. 
2)        Konotasi negatif, yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa rendah, jelek, kasar, kotor, porno, dan berbahaya, contoh: mayat, bangkai.
2. Pertalian Makna
Pertalian makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa (frase, klausa, kalimat) dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan ini dapat berupa kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi), kelainan makna (homonimi), dan ketercakupan makna (hiponimi).
a.    Sinonimi 
Sinonimi adalah suatau istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama, atau (2) keadaan di mana dua kata atau lebih memeiliki makna yang sama (Gorys Keraf, 2010:34). Contoh kata meninggal, bersinonim dengan: wafat, gugur, mati, dan tewas.
b.    Antonimi 
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain (Abdul Chaer, 2012: 299).  Misalnya, kata buruk berantonim dengan kata baik; kata mati berantonim dengan kata hidup; dan kata membeli berantonim dengan kata menjual.
c.     Homonimi 
Homonimi adalah relasi makna antarkata yang ditulis atau dilafalkan sama tetapi maknanya berbeda. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf, sedangkan yang dilafalkan sama tetapi makna berbeda disebut homofon. Contoh homograf adalah kata tahu yang berarti ‘makanan’ yang berhomograf dengan kata tahu yang berarti ‘paham’ dan buku yang berarti ‘kitab’ berhomograf dengan buku yang berarti ‘ruas’, sedangkan kata masa yang berarti ‘waktu’ berhomofon dengan kata massa yang berarti ‘jumlah besar yang menjadi satu kesatuan’. 
Di dalam kamus, kata-kata yang termasuk homofon muncul sebagai lema (entri) yang terpisah. Misalnya, kata tahu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia muncul sebagai dua lema sebagai berikut ini. 
1ta.hu (v) mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb);  2ta.hu (n) makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus dan dicetak.
Contoh lain homonim yang homograf: Mental= terpelanting;  mental= batin, jiwa apel= nama buah; apel=upacara;  apel= kencan

Contoh homonim yang homofon: bang = kakak; bank = tempat atau lembaga ekonomi sangsi = ragu; sanski = hukuman

Contoh homonim yang homofon dan homograf:
bisa= dapat, mampu; bisa= racun kali= sungai; kali= lipat

d. Polisemi 
Istilah polisemi memiliki arti banyak makna. Polisemi berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki beberapa makna yang berhubungan. Hubungan antarmakna ini disebut polisemi. Di dalam penyusunan kamus, seperti yang disebut di atas, kata-kata yang berhomonimi muncul sebagai lema (entri yang terpisah), sedangkan kata yang berpolisemi muncul sebagai satu lema namun dengan beberapa penjelasan. Misalnya, kata sumber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia muncul sebagai satu lema, tetapi dengan beberapa penjelasan seperti berikut. 
Sum.ber (n)        1tempat keluar (air atau zat cair); sumur; 2asal (dl berbagai arti) 
Dilihat dari relasi gramatikalnya, ada dua jenis relasi makna, yaitu relasi sintagmatik dan paradigmatik. Relasi makna sintagmatis adalah relasi antarmakna kata dalam satu frasa atau kalimat (hubungan horizontal). Sebagai contoh hubungan makna antara saya, membaca, dan buku dalam kalimat Saya membaca buku. Di sisi lain, relasi paradigmatis adalah relasi antarmakna kata yang menduduki gatra sintaktis yang sama dan dapat saling menggantikan dalam satu konteks tertentu (hubungan vertikal). Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. 
Saya membeli bunga ………………untuk hadiah ulang tahun ibu saya.
Mawar, anggrek , aster, tulip
Relasi makna antara kata mawar, anggrek, aster, dan tulip merupakan relasi paradigmatis. 
3. Perubahan Makna
Perubahan makna dalam suatu bahasa sangat mungkin muncul sesuai denganperkembangan pemikiran masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan makna kata terjadi karena adanya perkembangan dalam ilmu dan teknologi,  perkembangan  sosial  dan  budaya,  adanya  perbedaan  bidang pemakaian, adanya asosiasi makna, pertukaran tanggapan indera, adanya penyingkatan, akibat terjadinya proses gramatikal, serta pengembangan istilah. 
Jenis perubahan makna tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Meluas (Generalisasi)
Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain (Abdul Chaer, 2009: 140). 
Contoh pemakaian dalam kalimat.
a)     Saya mempunyai seorang saudara (sekandung).
b)     Ia masih saudara saya di kampung (sepertalian darah)
c)      Pesan singkat Saudara sudah saya terima (orang yang sederajat)
d)     Kami mengumpulkan sumbangan untuk saudara-saudara yang mengalami musibah gempa bumi di Sumatera Barat (kesamaan asal-usul)
b.         Menyempit (Spesialisasi)
Perubahan makna menyempit adalah gejala pada sebuah kata yang mulanya mempunyai cakupan makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya kata sarjana yang pada mulanya berarti ’orang yang pandai’ atau ’cendekiawan’, kemudian hanya berarti ‘orang yang lulus perguruan tinggi’
c.          Peninggian (Ameliorasi)
Peninggian atau ameliorasi yaitu kecenderungan untuk menghaluskan atau meninggikan makna kataagar lebih halus atau lebih tinggi maknanya dari kata yang digantikannya. Misalnya, kata pramuniaga untuk menggantikan ungkapan penjaga toko, kata bui untuk menggantikan kata penjara. 
d.         Penurunan (Peyorasi)
Penurunan atau peyorasi  berasal dari bahasa Latin pejor, yang berarti jelek, buruk. Jadi, penurunan makna atau peyorasi adalah perubahan makna kata lebih rendah/kasar daripada makna semula. Dengan kata lain, makna dulu lebih rendah dari makna sekarang. Penurunan  ini biasanya dilakukan orang dalam situasi tidak ramah, untuk menunjukkan kejengkelan, atau melebihlebihkan. Misalnya, ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah. 
e.         Pertukaran (Sinestesia)
Sinestesia adalah perubahan makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda.
Contoh:
a)        Setelah meraih gelar juara namanya harumsekali. (pendengar-pencium)
b)        Perkataan Ani sungguh pedas. (pendengar-perasa)

f.          Persamaan (Asosiasi)


Persamaan adalah makna kata yang timbul karena persamaan sifat antara makna lama dengan makna baru. Makna baru yang timbul merupakan makna kiasan. Contoh: kata kursi, makna lama tempat duduk, makna baru memiliki makna jabatan/ kedudukan.
4. Idiom, Pameo, dan Peribahasa
Dalam berkomunikasi sehari-hari kita sering menyampaikan gagasan, pikiran, dan pendapat menggunakan bahasa kias sehingga unsur-unsur bahasa yang terdapat dalam kalimat tidak lagi ditafsirkan dengan makna unsur-unsur yang membentuk kalimat itu. Pilihan kata yang ditafsirkan itu terdapat dalam idiom, pameo, peribahasa, dan gaya bahasa. Gaya bahasa dibahas pada bagian sastra.
Berikut ini kita akan membahas idiom, pameo, dan peribahasa.
a.     Idiom
Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-secara bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Gorys Keraf, 2010: 109). 
Contoh:
buah bibir
= jadi pembicaraan
tinggi hati
= sombong

b.    Pameo
Pameo adalah gabungan kata yang mengandung dorongan semangat yang biasanya dipakai untuk semboyan-semboyan. Selain itu, idiom juga dipakai untuk menghidupkan suasana.
Contoh:
Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit.
Patah tumbuh hilang berganti.

c.     Peribahasa
Peribahasa adalah suatu kiasan bahasa yang berupa kalimat atau kelompok kata yang bersifat padat, ringkas dan berisi tentang norma, nilai, nasihat, perbandingan, perumpamaan, prinsip, dan aturan tingkah laku. Susunan kata dalam peribahasa bersifat tetap dan tidak bisa diubah. 


Tabel  3Contoh Peribahasa dan Artinya
Peribahasa
Arti
Berjalan sampai ke batas, berlayar sampai ke pulau.
Mengerjakan sesuatu harus sampai selesai.
Kalah jadi abu menang jadi arang.
Sama-sama rugi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar